Ekonom Tony Prasetiantono, menilai dua opsi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang disodorkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sama beratnya dalam memberikan dampak ke masyarakat. Ia berpendapat masyarakat belum siap menerima kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500 per liter yang diajukan dalam salah satu opsi tersebut.
"Tidak dua-duanya. Alasannya, kalau kenaikan, secara psikologis masyarakat belum siap. Angkanya terlalu besar," ujar Tony ketika dihubungi Kompas.com dari Jakarta, Senin (5/3/2012).
Ia menyebutkan, seharusnya kenaikan harga BBM paling besar Rp 1.000 per liter bukan Rp 1.500 seperti yang tertera di salah satu opsi. Karena, kata dia, inflasi yang disebabkan dengan kenaikan harga minimal Rp 1.500 akan menimbulkan kenaikan inflasi lebih dari 1 persen.
"Ini salah pemerintah karena pemerintah melepas kesempatan menaikkan harga tahun lalu. Seharusnya tahun lalu naik Rp 1.000, tahun ini naik lagi Rp 1.000," tegas Tony.
Jika kenaikan dilakukan secara bertahap seperti itu, maka angka inflasi masih bisa terkendali yakni sekitar 5,5 persen sekarang ini. Jadi, kata dia, dampak psikologis masyarakat akan besar seiring dengan kenaikan harga BBM yang sekarang ini sedang digodok oleh pemerintah.
Tony berpendapat, masyarakat bisa melakukan demo secara luas dan besar-besaran. "Social cost (biaya sosial) ini yang musti dipertimbangkan pemerintah," pungkas dia.
Untuk diketahui saja, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM telah mengajukan dua opsi ke Komisi VII DPR RI. Opsi pertama, pemerintah akan menaikkan harga BBM sebesar Rp 1.500 menjadi Rp 6.000 per liternya. Dan, opsi kedua adalah pemerintah memberikan subsidi kepada harga eceran BBM maksimal Rp 2.000 per liternya untuk jenis premium dan solar.
sumber :kompas.com
up2det 05 Mar, 2012
www.isugosip.blogspot.com