Mengenal Baik Buruk Dalam Pernikahan Di saat membangun atau membina rumah tangga atau yang baru menikah, sering kali menerima nasihat dari orangtua mengenai cara membentuk keluarga yang bahagia. "Sayangnya, tidak semua nasihat ini benar. Karena tanpa disadari, saran ini bisa memancing konflik besar yang bisa berakibat buruk pada pernikahan," ungkap konsultan pernikahan Indra Noveldy, dalam seminar pernikahan di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Beberapa kesalahan yang sering dilakukan pasangan dalam kehidupan pernikahan ini antara lain:
1. Menjadi orang baik
Banyak yang beranggapan bahwa menjadi orang baik bagi pasangan bisa menjadi jaminan pernikahan yang bahagia. Orang baik tidak selalu dapat membuat pasangannya bahagia, tidak berjudi, tidak ringan tangan, dan lain-lain. "Bukannya tidak penting menjadi orang baik, tapi menjadi orang baik saja belum cukup. Jangan pernah puas sudah menjadi orang yang baik, tapi berusahalah untuk selalu belajar menjadi yang terbaik bagi pasangan dalam segala hal," katanya.
2. Menerima pasangan apa adanya
Saran yang sering diberikan para orangtua saat Anda akan menikah adalah untuk menerima pasangan apa adanya, baik kelebihan maupun kekurangannya. Ini tidak salah, hanya saja penerapannya membutuhkan situasi dan kondisi yang tepat, karena tidak adil bagi pasangan ketika ia selalu diminta untuk memaklumi sifat-sifat buruk Anda. "Kata-kata ini digunakan sebagai mantra sakti ketika Anda melakukan kesalahan," jelasnya.
Indra menambahkan, "mantra" ini merupakan salah satu tanda bahwa Anda tidak ingin berubah dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik untuk pasangan. Padahal, setiap langkah dalam pernikahan adalah proses pembelajaran untuk menjadi pribadi yang lebih baik bagi diri sendiri dan juga pasangan.
3. Konsep "harusnya", "mestinya"
Pernikahan yang sehat dan bahagia adalah pernikahan yang tanpa tekanan. Namun sampai saat ini, masih banyak orang yang secara tak sadar selalu memberi tekanan pada pasangannya. Kalimat "Seharusnya kamu...", atau "Mestinya kamu..." secara tak langsung akan memaksa pasangan untuk selalu melakukan keinginan Anda. Jika memang menginginkan pasangan untuk menuruti keinginan Anda (dalam hal positif), hindari kata-kata yang penuh tekanan.
4. Mengalir seperti air
Kehidupan pernikahan yang penuh tekanan pasti tidak akan berjalan bahagia. Namun, pernikahan yang mengalir seperti air pun tidak membuat bahagia. Kehidupan pernikahan yang mengalir seperti air sekilas memang terlihat lebih bebas dan menyenangkan, tanpa adanya batasan mutlak dari pasangan. "Mengalir seperti air boleh saja, namun arah alirannya tetap harus diatur untuk meminimalisir konflik dan mencapai tujuan pernikahan," sarannya.
5. Mengalah
Mengalah merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk menghindari konflik menjadi semakin besar. Mengalah belum tentu selalu benar dan tepat untuk mengatasi masalah. "Jangan pakai konsep mengalah, tapi yang paling penting adalah cobalah untuk mengerti," tukasnya.
Mengalah sebenarnya hanya menumpuk masalah dan memicu bom waktu yang bisa meledak karena "sumbu" kesabarannya sudah habis. Saat mengalah sebenarnya masih ada perasaan kecewa yang tersimpan.
6. Melakukan pembiaran
Ingin membahagiakan pasangan, bukan berarti membebaskan pasangan untuk melakukan hal-hal sesukanya, atau selalu memanjakan. "Ketegasan juga sangat dibutuhkan untuk memberi batasan, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak," saran Indra.
Saat pasangan melakukan kesalahan, sekalipun kecil, tegurlah dia agar tidak mengulangi kesalahan tersebut. Jangan sepelekan masalah kecil dalam rumah tangga, karena proses pembiaran ini akan membuat masalah menjadi besar. Selain itu, proses pembiaran akan membuat pasangan tidak berkembang dan tidak belajar menjadi lebih baik.
7. Menuntut dibahagiakan
Salah satu kunci sukses untuk membina rumah tangga adalah dengan konsep ikhlas dalam memberi. "Banyak orang berpikir, saat menikah mereka siap dibahagiakan. Padahal untuk bahagia, pasangan harus saling membahagiakan," jelasnya. Indra menambahkan, bahwa memberi merupakan hukum alam yang tak bisa ditawar dalam pernikahan.
8. Sudahkah Anda bersikap adil?
Salah satu bentuk ketidakadilan yang sering dilakukan adalah ketidakseimbangan antara jam kerja di kantor dengan waktu untuk keluarga. Dalam satu hari sekitar 12 jam dihabiskan untuk bekerja. Saat di rumah, biasanya Anda akan lebih menghabiskan waktu untuk beristirahat karena sudah terlalu lelah.
"Karena lelah, sesampainya di rumah Anda justru marah-marah karena berbagai hal kecil," jelasnya. Untuk mengatasi hal ini, ubah mindset Anda untuk memberikan yang terbaik pada keluarga dan bukan menuntut banyak hal dari mereka.
9. Waktu akan menyembuhkan segalanya
Banyak orang yang percaya pada ungkapan ini. Sayangnya hal ini tidak terbukti benar ketika menyangkut masalah yang terjadi dalam rumah tangga. "Waktu tidak akan menyelesaikan masalah, tapi hanya menyimpannya sementara, dan suatu saat bisa terbuka kembali dan berkembang menjadi lebih parah," ujarnya.
Indra menambahkan bahwa konsep ini juga "menipu" banyak orang untuk berpikir bahwa masa kritis pernikahan ada pada lima tahun pertama pernikahan. "Padahal tidak ada jaminan bahwa waktu dan lamanya pernikahan akan membuat Anda lebih kuat menghadapi masalah dan bebas konflik," jelasnya.
10. Privasi
Menikah merupakan proses penyatuan dua manusia menjadi satu bagian. Setelah menikah seharusnya tidak perlu lagi ada rahasia di antara suami dan istri. "Setelah menikah seharusnya tidak ada lagi tempat untuk kepentingan pribadi atau privasi," jelasnya. Keterbukaan dan kejujuran antarpasangan akan membantu menciptakan keharmonisan rumah tangga.
Banyak yang beranggapan bahwa menjadi orang baik bagi pasangan bisa menjadi jaminan pernikahan yang bahagia. Orang baik tidak selalu dapat membuat pasangannya bahagia, tidak berjudi, tidak ringan tangan, dan lain-lain. "Bukannya tidak penting menjadi orang baik, tapi menjadi orang baik saja belum cukup. Jangan pernah puas sudah menjadi orang yang baik, tapi berusahalah untuk selalu belajar menjadi yang terbaik bagi pasangan dalam segala hal," katanya.
2. Menerima pasangan apa adanya
Saran yang sering diberikan para orangtua saat Anda akan menikah adalah untuk menerima pasangan apa adanya, baik kelebihan maupun kekurangannya. Ini tidak salah, hanya saja penerapannya membutuhkan situasi dan kondisi yang tepat, karena tidak adil bagi pasangan ketika ia selalu diminta untuk memaklumi sifat-sifat buruk Anda. "Kata-kata ini digunakan sebagai mantra sakti ketika Anda melakukan kesalahan," jelasnya.
Indra menambahkan, "mantra" ini merupakan salah satu tanda bahwa Anda tidak ingin berubah dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik untuk pasangan. Padahal, setiap langkah dalam pernikahan adalah proses pembelajaran untuk menjadi pribadi yang lebih baik bagi diri sendiri dan juga pasangan.
3. Konsep "harusnya", "mestinya"
Pernikahan yang sehat dan bahagia adalah pernikahan yang tanpa tekanan. Namun sampai saat ini, masih banyak orang yang secara tak sadar selalu memberi tekanan pada pasangannya. Kalimat "Seharusnya kamu...", atau "Mestinya kamu..." secara tak langsung akan memaksa pasangan untuk selalu melakukan keinginan Anda. Jika memang menginginkan pasangan untuk menuruti keinginan Anda (dalam hal positif), hindari kata-kata yang penuh tekanan.
4. Mengalir seperti air
Kehidupan pernikahan yang penuh tekanan pasti tidak akan berjalan bahagia. Namun, pernikahan yang mengalir seperti air pun tidak membuat bahagia. Kehidupan pernikahan yang mengalir seperti air sekilas memang terlihat lebih bebas dan menyenangkan, tanpa adanya batasan mutlak dari pasangan. "Mengalir seperti air boleh saja, namun arah alirannya tetap harus diatur untuk meminimalisir konflik dan mencapai tujuan pernikahan," sarannya.
5. Mengalah
Mengalah merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk menghindari konflik menjadi semakin besar. Mengalah belum tentu selalu benar dan tepat untuk mengatasi masalah. "Jangan pakai konsep mengalah, tapi yang paling penting adalah cobalah untuk mengerti," tukasnya.
Mengalah sebenarnya hanya menumpuk masalah dan memicu bom waktu yang bisa meledak karena "sumbu" kesabarannya sudah habis. Saat mengalah sebenarnya masih ada perasaan kecewa yang tersimpan.
6. Melakukan pembiaran
Ingin membahagiakan pasangan, bukan berarti membebaskan pasangan untuk melakukan hal-hal sesukanya, atau selalu memanjakan. "Ketegasan juga sangat dibutuhkan untuk memberi batasan, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak," saran Indra.
Saat pasangan melakukan kesalahan, sekalipun kecil, tegurlah dia agar tidak mengulangi kesalahan tersebut. Jangan sepelekan masalah kecil dalam rumah tangga, karena proses pembiaran ini akan membuat masalah menjadi besar. Selain itu, proses pembiaran akan membuat pasangan tidak berkembang dan tidak belajar menjadi lebih baik.
7. Menuntut dibahagiakan
Salah satu kunci sukses untuk membina rumah tangga adalah dengan konsep ikhlas dalam memberi. "Banyak orang berpikir, saat menikah mereka siap dibahagiakan. Padahal untuk bahagia, pasangan harus saling membahagiakan," jelasnya. Indra menambahkan, bahwa memberi merupakan hukum alam yang tak bisa ditawar dalam pernikahan.
8. Sudahkah Anda bersikap adil?
Salah satu bentuk ketidakadilan yang sering dilakukan adalah ketidakseimbangan antara jam kerja di kantor dengan waktu untuk keluarga. Dalam satu hari sekitar 12 jam dihabiskan untuk bekerja. Saat di rumah, biasanya Anda akan lebih menghabiskan waktu untuk beristirahat karena sudah terlalu lelah.
"Karena lelah, sesampainya di rumah Anda justru marah-marah karena berbagai hal kecil," jelasnya. Untuk mengatasi hal ini, ubah mindset Anda untuk memberikan yang terbaik pada keluarga dan bukan menuntut banyak hal dari mereka.
9. Waktu akan menyembuhkan segalanya
Banyak orang yang percaya pada ungkapan ini. Sayangnya hal ini tidak terbukti benar ketika menyangkut masalah yang terjadi dalam rumah tangga. "Waktu tidak akan menyelesaikan masalah, tapi hanya menyimpannya sementara, dan suatu saat bisa terbuka kembali dan berkembang menjadi lebih parah," ujarnya.
Indra menambahkan bahwa konsep ini juga "menipu" banyak orang untuk berpikir bahwa masa kritis pernikahan ada pada lima tahun pertama pernikahan. "Padahal tidak ada jaminan bahwa waktu dan lamanya pernikahan akan membuat Anda lebih kuat menghadapi masalah dan bebas konflik," jelasnya.
10. Privasi
Menikah merupakan proses penyatuan dua manusia menjadi satu bagian. Setelah menikah seharusnya tidak perlu lagi ada rahasia di antara suami dan istri. "Setelah menikah seharusnya tidak ada lagi tempat untuk kepentingan pribadi atau privasi," jelasnya. Keterbukaan dan kejujuran antarpasangan akan membantu menciptakan keharmonisan rumah tangga.
Sumber http://female.kompas.com
www.isugosip.blogspot.com